Jumat, 12 Juli 2019

EKONOMI KREATIF

https://johnagustinus.academia.edu/eliusheluka
ARTIKEL EKONOMI KREATIF
A.   PENGANGGURAN MASALAH UTAMA BANGSA.
Selamat buat pace, mace dan kakak adik, sobat brilliant, kali ini saya akan memberitahukan masalah utama yang sampai sekarang belum terselesaikan yaitu pengangguran. Tingginya tingkat pengangguran dikalangan generasi muda papua. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua menyatakan jumlah pengangguran pada Februari 2018 sebesar 53.818 orang, nilai tersebut diketahui berkurang sekitar 9.952 orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2017. Jumlah pengangguran ini terbuka bagi di luar papua untuk mengambil kesempatan dan orang asli papua akan terkikis habis oleh di telah waktu. dan berapa penduduk non papua yang ada di papua?.
Jumlah tersebut bisa jadi akan semakin meningkat seiring akan berlakunya Revolisi Industri  4.0 yang semakin orang harus mengarah pada Masyarakat Ekonomi Industri (MEI) kapan akan berakhir. Pasar tenaga kerja di sektor industri dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terancam dibanjiri tenaga kerja berupah murah dari Negara Indochina seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos, jowo, ujungpandang dll.
Bila pemerintah lengah menangani problematika ini, bisa dipastikan pengangguran berpotensi menjadi bom waktu. Meningkatnya tindakan kriminal akhir-akhir ini, seperti pembegalan, perampokan, penjambretan dan sejenisnya bisa jadi salah satu indikasi mulai maraknya pengangguran di Papua.
  1. Ancaman Global
Selain pengangguran, saat ini ada ancaman global yang tidak disadari  oleh banyak pihak. Yakni, terjadinya perubahan dan pergeseran mendasar dalam pengelolaan strategi bisnis dan pasar.  Pergeseran dari era industri ke era digital. Dalam  era industri yang menjadi tumpuan keunggulan suatu negara adalah keunggulan komparatif. Berupa ketersediaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berlimpah. Sedangkan dalam era digital yang menjadi andalan adalah keunggulan kompetitif, yang berbasis pada teknologi informasi, di mana pondasi ekonomi bertumpuk pada ekonomi kreatif. Sebuah tatanan ekonomi yang ditopang tiga unsur keunggulan: budaya, seni dan teknologi.
Dua puluh tahun yang lalu, Guru Besar Sloan Management School, Prof Lester Carl Thurow, memprediksi sangat akurat. Ada tiga tantangan utama yang akan dihadapi pada era ekonomi kreatif, yaitu semakin berkurangnya peran SDA dan buruh; semakin berkurangnya peran kejayaan masa lalu suatu daerah dalam pertumbuhan daerah serta semakin meningkatnya peran kreativitas  dan daya inovasi manusia, sebagai unsur pokok dalam menentukan keunggulan dan keberhasilan pertumbuhan ekonomi kreatif bagi suatu daerah.
  1. Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif sedang menjadi tren pembicaraan di mana-mana. Istilah ini mencuat dan populer, seiring dengan gencarnya pemerintah daerah provinisi papua menggalakkan kewirausahaan. Di namakan IKAP Apa itu IKAP dan ekonomi kreatif? Dan, apa hubungannya dengan kewirausahaan? Secara sederhana,  ekonomi kreatif didefinisikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economic activities) yang secara intensif menggunakan kreativitas dan inovasi sebagai input utama, untuk menghasilkan berbagai produk dan jasa yang bernilai tambah.
Ekonomi kreatif di papua bertumpuk pada 14 subsektor industri. Diantaranya adalah periklanan, desain, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, fesyen, film, video, fotografi, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan perangkat lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan. Perkembangan terbaru,  Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berniat memasukkan kuliner dalam katagori ekonomi kreatif.
Pelaku usaha yang bergerak dalam dibidang ekonomi kreatif, disebut  creativepreneur. Peran mereka sangat besar dalam ikut serta menumbuhkan dan menggerakan perekonomian nasional. Menurut data Departemen Perdagangan hingga pada tahun lalu, industri kreatif telah menyumbang Rp 104,4 trilliun, atau rata-rata 4,75 persen terhadap PDB nasional. Jumlah ini melebihi sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih. Tiga subsektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional adalah fesyen 30 persen, kerajinan 23 persen, dan periklanan 18 persen.
Di samping mampu memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional, ekonomi kreatif menjadi solusi efektif dalam mengatasi pengangguran di Indonesia. Menurut penulis buku  Spiritual Creativepreneur,  M Arief Budiman, ekonomi kreatif yang sedang berjalan saat ini mampu menyerap 4,4 juta tenaga kerja dengan tingkat pertumbuhan 17,6 persen.  Melebihi tingkat pertumbuhan tenaga kerja nasional yang hanya sebesar 7 persen. Sungguh dasyat dan luar biasa.
  1. Kendala Pengembangan
Di Negara maju di dunia, ekonomi kreatif, berkembang pesat dan cepat, karena mendapat apresiasi sangat tinggi, dari pemerintah maupun masyarakat. Selain itu, masyarakat di negara maju sangat menghargai perbedaan dan perlindungan hak cipta dari suatu karya sehinggga mendorong tumbuhnya kreativitas. Negara maju juga mempunyai kepedulian tinggi dari sisi pendanaan. Pelaku usaha kreatif di negara maju sangat mudah mendapatkan dana untuk mengembangkan usahanya. Di Amerika Serikat banyak perusahaan pendanaan yang justru mencari usaha-usaha kreatif yang mempunyai prospek bagus di masa depan untuk didanai.
Umumnya di negara maju, bidang usaha kreatif yang menjadi produk unggulan yaitu teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan teknologi energi dan teknologi dibidang kesehatan. Sedangkan, pengembangan ekonomi kreatif di negara berkembang, seperti di Indonesia belum digarap optimal. Berlimpah SDA dan budaya, namun, pengelolaan belum maksimal. Dalam kancah perekonomian global, negara berkembang hanya berperan sebagai penyedia bahan baku negara maju. Di negara maju bahan baku tersebut diolah lalu dijual kembali ke negara berkembang dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi.
Faktor lain dalam pengembangan ekonomi kreatif di papua adalah belum terciptanya budaya kreatif di masyarakat dan masih rendahnya penghargaan atas ide dan hak cipta. Kita sering mendengar, di dunia nasional, papua mendapat predikat “ surganya produk bajakan.“ Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu pengembangan ekonomi kreatif  menjadi lamban.
  1. Solusi Pengembangan
Ada tiga langkah penting yang dilakukan pemerintah untuk mengakselerasi pengembangan SDM kreatif. Pertama, meningkatkan kapasitas pengetahuan masyarakat melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan serta perluasan aksesibilitas pada berbagai program pendidikan dan pelatihan. Kedua, membangun dan memperbaiki jalinan koordinasi antara kelembagaan produksi pengetahuan (dalam hal ini perguruan tinggi) dan kelembagaan pengguna pengetahuan (khususnya industri), sehingga terbina kerjasama yang intensif dalam mengakselerasi pengembangan daya kreativitas dan inovasi. Ketiga, membangun dan membenahi aspek kelembagaan, dengan memberikan kemudahan akses bagi para pencipta dan penemu untuk memperoleh perlindungan terhadap hak cipta.
Di samping itu, ada langkah penting yang sering terlupakan, yaitu merombak total sistem pendidikan nasional, mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi. Pendidikan dipapua saat ini telah menciptakan dehumanisasi. Tidak dimungkiri anak-anak kita memang pandai dan cerdas secara intelektual, namun pola berpikirnya mekanik seperti robot. Otak kiri hebat, tapi otak kanan tidak tumbuh optimal. Daya juang, kemandirian dan kreativitas mereka rendah. saya berkeyakinan bila sistem pendidikan nasional berada pada track yang benar, maka akan menghasilkan insan-insan mandiri yang cerdas dan berbudi luhur. Mampu menumbuh kembangkan potensi diri dan kreativitas, yang akan melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru yang andal dan profesional. Menghantarkan papua menjadi daerah yang bermartabat dan terhormat di mata daerah lain.

B.   MENGEMBANGKAN EKONOMI KREATIF
Dunia sedang berduka. Resesi telah merambah ke mana-mana. Krisis finansial global yang dipicu oleh bangkrutnya sejumlah raksasa keuangan Amerika Serikat (AS) benar-benar telah membawa efek domino yang luar biasa bagi negara-negara di kawasan emerging market, termasuk Indonesia. Saham-saham di hampir seluruh belahan dunia anjlok tajam. Bahkan, indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan paling buruk ketiga di dunia akhir tahun lalu. Sejumlah negara maju yang selama ini menjadi tujuan ekspor bagi Indonesia jatuh dalam kubangan resesi ekonomi. Bagi Indonesia, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terus membayangi selama tahun 2016, khususnya pada industri berbasis ekspor. Lalu, apa yang mesti dikerjakan? Dengan cara seperti apa kita bisa bertahan? Krisis memang telah memukul sendi-sendi kehidupan masyarakat. Yang paling terkena dampaknya, tentu saja masyarakat miskin yang sejauh ini tidak memiliki akses memadai, baik dari segi pendidikan, kesehatan, maupun akses ekonomi. Jumlah mereka yang miskin masih 34,96 juta jiwa, atau 15,42% dari total jumlah penduduk Indonesia. Selain itu, jumlah pengangguran juga relatif masih besar, yakni 9,4 juta jiwa. Jumlah itu setara dengan 8,46% dari total angkatan kerja di Indonesia (data BPS Februari 2008). 
Sebagian besar mereka menempati wilayah tertinggal di Republik ini. Mereka merupakan bagian dari 199 kabupaten daerah tertinggal di Indonesia. Secara kuantitatif jumlah daerah tertinggal tersebut setara dengan 44% dari total 457 kabupaten/kota di Indonesia. Diantara provinis papua termasuk karena ketidakberdayaan itulah, secara ekonomi peranan daerah tertinggal terhadap ekonomi nasional menjadi sangat kecil. Padahal, potensi di daerah tertinggal akan mendatangkan stimulus bagi ekonomi nasional jika digarap secara cermat. Mayoritas mereka tinggal dan menetap di desa. Mereka miskin bukannya karena malas, melainkan menjadi tidak berdaya karena akses mereka yang terbatas dan sengaja dibatasi pada era pembangunan sentralistik di masa lampau. 
Dengan permasalahan yang kompleks seperti itu, ditambah dengan ancaman imbas krisis finansial yang sudah kian kentara di depan mata, upaya terpadu, terencana, dan berkesinambungan, dibutuhkan untuk pemberdayaan masyarakat. Program itu harus mampu merangsang dan menumbuhkan kreativitas masyarakat miskin, khususnya di perdesaan. Ekonomi kreatif akan muncul jika proses-proses pelibatan masyarakat dibuka seluas-luasnya.
Karena itu,perlu program yang memungkinkan wilayah ekonomi kreatif, yang selama ini lebih banyak berkembang di perkotaan, bisa kian beranak pinak di perdesaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri ekonomi kreatif terdiri dari 15 kategori. Yakni fesyen, kerajinan, periklanan, arsitektur, desain, pasar seni, film dan video, musik, software, hiburan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan, dan jasa komputer. Sumbangan industri ekonomi kreatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih kecil, tapi terus meningkat sepanjang tahun.
Tahun lalu, kontribusi industri ekonomi kreatif diperkirakan mencapai 4,75% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Paling tidak, ada 3 subkategori ekonomi kreatif yang kontribusinya paling besar, yakni fesyen 30%, kerajinan 23%, dan periklanan 18%. Industri kreatif juga telah menyerap 3,7 juta tenaga kerja atau 4,7% lapangan kerja di Indonesia, dan telah memberikan kontribusi ekspor sekitar 7%.
Penguasaan di bidang informasi, pengetahuan, dan kreativitas, tengah menjadi titik sentral dalam perkembangan budaya secara global. Hal ini setidaknya juga ikut mengarahkan perkembangan di bidang teknologi dan bisnis yang memanfaatkan kreativitas manusia sebagai ujung tombaknya. Sejak pertengahan 1990-an, perkembangan di bidang informasi, pengetahuan, dan kreativitas, juga ikut memicu lahirnya wacana mengenai industri kreatif yang saat ini telah menjadi fenomena global. Selain di negara maju, perkembangan industri kreatif setidaknya juga tumbuh secara pesat di beberapa negara berkembang semisal China, India, Brasil, Argentina, Meksiko, dan bahkan Burkina Faso yang terletak di daratan Afrika. Di beberapa negara ini, sektor ekonomi kreatif memberikan sumbangan GNP sebesar 3%.
Di Inggris dan Belanda, sektor ekonomi kreatif tercatat memberikan kontribusi bagi penciptaan lapangan kerja baru sampai sebesar 30%. Tidak mengherankan kalau pemerintah di tiap-tiap negara menggenjot perkembangan sektor ekonomi kreatif dengan mendorong berbagai inisiatif masyarakat sipil untuk meningkatkan kemampuan di bidang kreativitas dengan menciptakan berbagai kebijakan publik yang mengambil fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perkembangan teknologi.
Selain itu, di banyak negara maju, pemerintah setempat kerap menjalin hubungan kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat sipil agar dapat mendorong penguasaan di bidang informasi dan pengetahuan secara luas. Untuk itu, diciptakanlah berbagai kebijakan dan insentif yang dapat memicu pertumbuhan di bidang sektor kreatif dengan melibatkan pemerintah, lembaga keuangan, institusi pendidikan formal, dan berbagai kelompok independen yang menjadi tulang punggung bagi perkembangan ekonomi kreatif.
Di Indonesia, perkembangan sektor ekonomi kreatif baru berkembang pesat di beberapa kota besar. Melalui inisiatif komunitas anak muda di beberapa kota semisal Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, berbagai benih yang memicu pertumbuhan ekonomi kreatif di tingkat lokal telah mampu melahirkan karya film, animasi, fesyen, musik, softwaregame komputer, kerajinan, dan lain-lain. Beberapa di antara pelaku ekonomi kreatif ini malah telah mendapatkan kesempatan untuk menampilkan karya mereka di ajang internasional dan diterima dengan tangan terbuka.
Pemerintah sendiri akhir-akhir ini terlihat getol menyuarakan pentingnya mengembangkan sektor ekonomi kreatif sebagai salah satu upaya untuk keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dalam Pekan Produk Budaya Indonesia, Presiden Yudhoyono sempat menyatakan kalau ekonomi kreatif merupakan modal utama pembangunan ekonomi di gelombang empat peradaban. Hal ini tentu saja dapat kita artikan sebagai angin segar. Tindak lanjut dari ajakan Kepala Negara itu ialah menumbuhkembangkan partisipasi, pembukaan akses seluas-luasnya hingga ke desa, serta permodalan bergulir yang tepat sasaran. Desa, sebagai wilayah penyangga ekonomi di Republik ini, perlahan tapi pasti telah memperoleh kesempatan untuk mengembangkan ekonomi kreatif itu melalui pemberdayaan nasional.
Dengan total dana APBN 2010, terbuka seluas-luasnya pengembangan ekonomi kreatif itu hingga ke pelosok desa. Apalagi, dalam sejarah, desa telah memiliki modal berharga bagi tumbuhnya ekonomi kreatif. Di Kotawaringin Barat (Kobar) pada khususnya dan di Kalimantan Tengah pada umumnya, modal untuk mengembangkan ekonomi kreatif sangatlah besar. Kobar sebagai penyangga utama perekonomian di Kalimantan Tengah memiliki potensi ekonomi kreatif karena Kobar menjadi wilayah pertemuan berbagai etnik, baik Kalimantan maupun Jawa, yang memiliki hasil seni dan kerajinan kreatif yang belum sepenuhnya digali. Di Kobar ada etnik Banjar, Dayak, dan Jawa, yang bisa mengusung potensi kreatif itu bila disinergikan secara baik. 
Ada batik dengan corak Dayak, Banjar. Juga beragam jenis senjata serta kerajinan tangan lainnya yang bila dibina secara serius dan berkelanjutan akan menghasilkan nilai tambah ekonomi yang tidak sedikit. Hal itu ditambah dengan kenyataan bahwa Kobar yang menjadi salah satu akses menuju Taman Nasional Tanjung Puting (wilayah yang sudah mendunia), dapat mudah memasarkan dan memassalkan produk-produk kerajinan kreatif bernuansa etnik tersebut. Mereka, para perajin lokal, akan dapat tumbuh di Kobar karena akses modal akan mudah didapat dengan adanya lembaga keuangan, yakni bank perkreditan rakyat (BPR), yang telah diupayakan pemerintah kabupaten.
Dengan sinergi tersebut, proses ekonomi kreatif bisa ditumbuhkembangkan dan bisa menjadi benteng masyarakat dari hantaman krisis yang daya rusaknya sangat hebat. Karena itu, tidak ada kata terlambat untuk segara membenahi dan mulai 'menyentuh' lahan ekonomi kreatif ini.

C.   PENTINGNYA SEBUAH KREATIFITAS
Wilayah Indonesia terbilang strategis hal tersebut terlihat dari penempatan Indonesia yang tepat berada diantara dua buah benua sekaligus dan dua samudera, selain itu kekayaan lautan yang melimpah membuat Indonesia menjadi nadi dari perdagangan internasional namun melirik kembali bagaimana keadaan negara sekarang yang tak hentinya dirundung masalah, sebut saja beberapa masalah seperti korupsi, konflik etnis, dan kesejahtraan yang tidak merata, membuat Indonesia harus “was-was” menghadapi komunitas Asia yang semakin dekat. Banyaknya masalah Indonesia sekarang dan Arus global yang sudah tak berbatas lagi membuat Indonesia haruslah secepatnya membenahi diri dengan skala yang besar seperti yang dikatakan oleh Presiden RI Joko Widodo, “Revolusi Mental” namun pertanyaanya kemudian haruslah dengan cara bagaimana?
1.    Kreatifitas Mempengaruhi Peningkatan Ekonomi
Indonesia merupakan Negara yang kaya namun kekayaan Negara ini ternyata berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonominya. Noke Kiroyan wakil ketua umum kadin bidang koordinasi dan asosiasi di liputan6.com pada 11 sepetember 2014 tahun lalu, mengungkapkan pernyataannya bahwa perekonomian Indonesia tiap tahunnya mengalami penuruanan, pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka 6.5 persen, pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia turun pada angka 6.2 persen, pada tahun 2013 kembali turun ke angka 5.8 persen, pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi diperkirakan turun pada angka 5.1 persen sampai 5.5 persen. Noke menambahkan neraca perdagangan Indonesia juga terus mengalami devisit di US$ 1,66 miliar, pada 2013 tercatat US$ 4,06 miliar sementara pada Januari sampai Juni 2014, total defisit neraca perdagangan di level US$ 1,15 miliar.
Banyak solusi yang telah ditelurkan oleh pemerintah namun tidak memberikan efek yang signifikan sehingga mengundang Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Anton Hendranata untuk menekankan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai jika saja pendidikan di Indonesia terkelola dengan baik pemerintah Indonesia, harus memanfaatkan bonus demografi sebaik mungkin. "Jika tidak memperkuat bidang pendidikan, sumber daya manusia kita tidak siap di dunia kerja, maka ini akan menjadi masalah," tegas beliau pada liputan6.com.
Pendidikan akan menjadi jalan yang baik untuk meningkatkan perekonomian negeri ini namun bukan hanya sekedar pendidikan yang malah membuat orang menjadi robot saja namun mendidik manusia menjadi selayaknya manusia yaitu mendidik “Kreatif”. Pada buku leassons from the top yang dikarang oleh Thomas neff dan james cirtin, Michael Eisner yang merupakan pimpinan dan CEO Walt Disney Company menekankan bahwa menjadi kreatif sangatlah penting “Kalau yang menjalankan perusahaan adalah seorang yang kreatif, saya yakin bahwa anda akan melihat sebuah produk yang bagus”. Indonesia membutuhkan kader yang kreatif, bayangkan jika ada banyak pemuda dinegeri ini melahirkan produk/jasa yang kreatif maka sangatlah mungkin perekonomian Indonsia akan melejit ke angka yang menakjubkan. 
2.    Kreatifitas Membangkitkan Motivasi
Menurut Prof.Dr. Bimo Walgito dalam bukunya Psikologi umum mendefenisikan motivasi merupakan   keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Prof.Dr. Bimo Walgito melanjutkan motivasi mempunyai tiga aspek yaitu a) keadaan terdorong diri organisme, yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, karena keadaan lingkungan, atau karena keadan mental seperti berpikir dan ingatan, b) perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan, c) goal atau tujuan yang dituju perilaku tersebut. Menurut defenisi Arthur S. Reber & Emily S. Reber kreatifitas merupakan sebuah idea atau konsep yang lahir dari berpikir dan berpikir menurut Prof.Dr. Bimo Walgito bisa menjadi alasan individu untuk termotifasi sehingga ada hubungan yang nyata antara kreatifitas dan motivasi. Prof.Dr. Bimo Walgito menggambarkan motivasi menjadi sebuah siklus yang saling terhubung, seperti pada gambar dibawah:
 




                                                                           
Pada tahap pertama dinamakan dinamakan driving state yaitu pendorong,  drive ini  timbul karena organisme merasa ada kekurangan dalam kebutuhan. Kreatifitas sangat mungkin menjadi driving state alasan seseorang termotivasi. Setelah itu ada namanya instrumental behavior adalah bentuk perilaku seseorang setelah mendapatkan motivasi, perilaku yang menuntun seseorang untuk mengarah ke goal. Setelah goal tercapai maka individu akan kembali lagi untuk mendapatkan driving state.
3.    Kreatifitas Meningkatkan Literasi
Menurut Risa Agustin pada bukunya kamus ilmiah popular mengartikan literasi sebagai perilaku membaca dan menulis. Literasi merupakan sebuah perilaku, prilaku dapat terbentuk jika ada dorongan. Menurut Dr. Kartini Kartono dalam bukunya Psikologi umum menekankan dorongan adalah desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kreatifitas dapat menjadi dorongan yang membuat individu melakukan sebuah perilaku yaitu literasi.
Perilaku yang hanya dilakukan satu atau dua kali masih bisa dikatakan belum efektif dalam merubah individu, perilaku tersebut haruslah menjadi kebiasaan yang membuat individu selalu melakukan proses literasi. Risa Agustin  mendefenisikan kebiasaan adalah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur efektif perasaan. Literasi sebaiknya menjadi kebiasaan di Indonesia agar tingkah laku tersebut dapat mendorong masyarakat untuk lebih maju dalam segala bidang.
Membentuk Kebiasaan literasi dimasyarakat menurut Trini Haryanti penggiant literasi pada yayasan pengembangan perpustakaan Indonesia (YPPI) mengatakan pemerintah sebaiknya melakukan a) Pendekatan akses fasilitas baca, b) Kemudahan akses mendapatkan buku bacaan, c) Murah/gratis, c) Menyenangkan dengan segala keramahan dan d) berkelanjutan. Dengan melaksanakan kelima hal tersebut dapat menjadi langkah terbentuknya budaya literasi yang kuat pada lingkungan masyarakat. Trini Haryanti melanjutkan pendekatan  pemerintah kepada masyarakat secara bertahap yaitu a) Sosialisasi, penyampaian niat dan kegiatan yang disediakan buat masyarakat, cara akses buku, aturan dan kebijakan yang menyertai, dan semua yang dapat dimanfaatkan masyarakat, b) Partisipasi, keterlibatan masyarakat secara aktif pada setiap kegiatan, 3) kebersamaan, menjalin keakraban untuk menjaga komunitas literasi.
4.    Mengembangkan Kreatifitas Di Pendidikan
Eko laksono dalam bukunya Emperium III mengutip sebuah pribahasa “Et Ipsa Scientia Est”, pengetahuan adalah kekuatan, tidak salah jika banyak negara di dunia ini berlomba-lomba untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tidak terkecuali negara yang ada di Asia. Malaysia yang menjadi negara tetangga yang tergabung pula di Asia ini juga sedang gembor-gembornya mengembangkan pengetahuan bahkan Mahathir Mohammad mantan perdana mentri malasysia di politik.rmol.co menegaskan bahwa tingkat buta huruf masyarakat Malaysia mencapai nilai 0 persen dan kebanyakan warga Malaysia memiliki kemampuan di atas rata-rata di bidang pengetahuan alam, teknik dan matematika.
Mengupayakan pendidikan yang memanusiakan manusia adalah tolak menjadi negara yang maju di asia, namun bukan mendidik yang sekedar mendidik dengan tidak mengembangkan ke khususan individu karena untuk mendidik bukan hanya sampai pada mengetahui namun pada kreatif seperti yang di ungkapkan oleh Albert Einstein “Imagination is more important than knowledge because knowledge is limited, whereas imagination embraces tahe entire word, stimulating progress, giving birt to evolution” Pengetahuan akan membuat manusia maju, tetapi imajinasilah yang mendorong kreativitas unggul yang akan menghasilkan lompatan-lompatan besar peradaban. Sehingga siapapun negara yang berhasil mengembangkan kreatifitas dengan jalan pendidikan maka akan menjadi negara yang maju dalam peradaban.
Pengembangan pendidikan terutama literasi akan memicu banyak generasi untuk berpikir secara kreatif, berpikir secara kreatif akan memicu perilaku inovasi yang akan menciptakan produk, jasa atau bahkan pemerintahan yang berefek positif pada negara. Sehingga Literasi, Kreatif dan inovasi menjadi pilar yang kokoh dalam menentukan negara yang mana akan dominan di Asia.

D.   PERTUMBUHAN EKONOMI

Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kinerja makro yang sangat populer, dan dalam hitungannya merupakan derivasi dari PDB (produk domestik bruto) atau GDP (gross domestic product). Popularitasnya disebabkan banyaknya kaitan penggunaan indikator tersebut dengan kegunaan praktis dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan. Sering kita baca/dengar berita dari media tentang tingkat defisit anggaran, pendapatan per kapita, investasi, maupun kontribusi ekonomi sektoral, yang semuanya dikaitkan dengan besaran PDB.

Di tengah meluasnya penggunaan indikator tersebut, masih sering terjadi salah tafsir sehingga masyarakat seolah dihadapkan kepada anomali, dan secara ekonomi merugikan. Ada pendapat, apabila pertumbuhan ekonomi tinggi, secara otomatis seluruh masyarakat akan tambah sejahtera serta kemiskinan dan pengangguran berkurang. Benarkah analisis tersebut? Mungkin benar, tetapi tidak sepenuhnya, atau bahkan mungkin sebaliknya.

Sesuatu yang sering dibanggakan banyak pihak adalah bahwa di tengah krisis ekonomi dunia, ekonomi Indonesia masih tumbuh 4,5% (2008 sebesar 6%). Dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,34%, jelas ekonomi per kapita rata-rata masih tumbuh di atas 3%. Namun, kesimpulan akan lain apabila dimasukkan variabel pemerataan, dan di sinilah masalah muncul sehingga analisis yang berbasis pertumbuhan tanpa mengacu kepada pengertian konsep dan definisi serta tata cara penghitungannya sering membuat kesimpulan menjadi bias. Kalau hanya sebagai kajian akademis masih 'baik-baik saja'. Celakanya apabila digunakan untuk kebijakan ekonomi, bisa menjerumuskan dan merugikan.

Secara konseptual, setiap aktivitas ekonomi akan menghasilkan nilai tambah (value added)-–nilai yang ditambahkan atas nilai bahan baku/input antara--yang merupakan balas jasa faktor produksi--tenaga kerja, tanah, modal, dan kewiraswastaan. Penjumlahan value added di suatu wilayah teritorial (Indonesia) dan dalam selang waktu tertentu (triwulan, setahun) menghasilkan PDB wilayah tersebut.

Dengan demikian, penguasaan faktor produksi menentukan kepemilikan nilai tambah. Selanjutnya, pertambahan riil PDB dalam triwulan/setahun dinamakan pertumbuhan ekonomi triwulan/tahun bersangkutan. Kata riil mengacu kepada PDB yang telah 'dihilangkan' inflasinya sehingga pertumbuhan ekonomi sudah 'bersih' dari pengaruh perubahan harga dan merupakan pertumbuhan jumlah 'kuantitas' produk.

Benarkan pertumbuhan yang terjadi telah menyejahterakan masyarakat? Masalah penguasaan faktor produksi dan besaran kontribusi sektoral menjadi faktor nyata 'melesetnya' interpretasi yang merugikan masyarakat, dan berikut ini diberikan uraian anomali akibat salah interpretasi. Pertama, produksi pertambangan di Indonesia dengan kondisi faktor produksi tenaga kerja berpendapatan rendah, umumnya pelakunya adalah masyarakat Indonesia. Tenaga ahli, yang umumnya pendapatannya jauh lebih tinggi, adalah ekspatriat. Data sebuah perusahaan tambang menunjukkan bahwa jumlah uang untuk membayar tenaga ekspatriat berbanding terbalik dengan jumlah tenaga kerjanya. Jumlah ekspatriat sedikit total nilai gaji dan tunjangannya besar.

Walaupun tanahnya milik Indonesia, dalam penggunaannya dikuasai asing. Demikian juga modalnya dari mereka sehingga walaupun dicatat di Indonesia, PDB-nya lebih dinikmati mereka. Nilai tambah yang tercipta dan merupakan hak pekerja hanya bagian kecil, sebaliknya sebagian (besar) lainnya adalah milik penguasa faktor produksi. Pemerintah mendapat pajak dari aktivitas ekonomi ini, yang jumlahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan milik asing. Dengan analogi itu, apabila pertumbuhan ekonomi terjadi karenanya, yang 'lebih tumbuh' adalah mereka. Bagaimana kalau banyak bisnis pertambangan semacam itu? Mungkin nantinya sumber daya habis, ternyata yang lebih menikmati adalah asing.

Kedua, untuk perusahaan jasa, misalkan perbankan, mungkin lebih parah. Mereka melayani aktivitas ekonomi Indonesia, dan semua transaksi keuangan dalam perekonomian hampir pasti akan dikelola sektor tersebut. Kendatipun lokasi bisnis di Indonesia, dan kinerjanya dicatat dalam PDB negeri ini, karena sebagian besar faktor produksinya dimiliki dan dikuasai asing, nilai tambahnya sebagian besar juga milik asing. Karena usaha jasa saat ini sarat dengan ICT (information-communication technology), hanya sedikit tenaga kerja yang diserap. Bisnis jasa bukan hanya perbankan. Peran asing sudah mendominasi.

Ketiga, usaha besar jumlahnya sedikit, sebaliknya usaha kecil jumlahnya banyak. Usaha besar sering merupakan afiliasi asing yang operasionalisasinya sangat efisien, sedangkan usaha kecil masih menjadi perbincangan untuk didorong maju. Ritel modern yang berjaringan luas, efisien, dan diizinkan masuk ke daerah kecil didampingkan dengan ritel tradisional yang sering berpenampilan kumuh dan kurang menarik pengunjung. Karuan saja, yang besar tumbuh besar dan yang kecil semakin kecil dan mungkin mati. Ritel besar berkontribusi besar ke PDB, sedangkan ritel kecil, kendatipun jumlahnya 'sangat banyak' kontribusinya kecil. Dengan demikian, apabila sektor perdagangan tumbuh, secara matematis lebih menggambarkan pertumbuhan yang besar. Ada media menggambarkan keterjepitan pasar tradisional.

Keempat, produk air kemasan merek terkenal sudah menjadi milik perusahaan multinasional, yang tentu saja ada bagian (besar) faktor produksi yang dikuasai mereka. Padahal, teknologinya sudah tidak asing bagi masyarakat dalam negeri.

Kelima, bisnis kuliner yang berbentuk waralaba memang sebagian besar faktor produksinya dimiliki dan dikuasai bangsa Indonesia. PDB yang tercipta lebih banyak menguntungkan Indonesia. Namun, bukan berarti secara 'bersih' dinikmati Indonesia. Fee waralaba asing akan mengalir 'ke luar', dan terkategorikan sebagai 'kebocoran' ekonomi Indonesia.

Dengan uraian anomali pertumbuhan ekonomi tersebut, jelaslah bahwa pertumbuhan ekonomi semacam itu bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan. Gambaran tersebut lebih menunjukkan pertumbuhan yang tidak berkualitas. Bahkan kebijakan yang didasarkan pertumbuhan ekonomi seperti itu sangat mungkin merugikan, dan sasaran yang dibidik tidak tercapai. Pengambil kebijakan publik dapat terjebak dalam misinterpretasi, dan pro-growth menjadi tidak pro-jobdan pro-poor.

E.   GAMES, SEBAGAI INDUSTRI PENUNJANG PENDAPATAN NEGARA
Sebagai sebuah negara berkembang, banyak sekali hal di negara kita tercinta ini yang tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Di antara berbagai ketertinggalan tersebut, salah satu yang paling terasa mungkin adalah ketertinggalan di bidang teknologi, terutama teknologi di bidang media dan penyampaian informasi.
Saat saya membahas tentang ketertinggalan teknologi, mungkin saja sebagian dari kamu langsung berpikir tentang kalahnya kecepatan internet di Indonesia dengan di negara seperti Korea atau Jepang. Tapi perlu diingat, ketinggalan di bidang teknologi bisa memiliki makna yang jauh lebih luas. Salah satunya adalah seberapa besar teknologi mempengaruhi kehidupan sosial dan politik masyarakat.
Sebenarnya hal seperti ini bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Contohnya seperti bagaimana cara masyarakat menanggapi teknologi bisa berhubungan dengan banyaknya situs yang diblokir di Indonesia. Tapi untuk artikel ini, saya hanya akan membahas tentang video game. Tentang bagaimana tanggapan masyarakat Indonesia ke video game bukan hanya sebagai media hiburan dari sudut pandang konsumen, tapi juga dilihat dari sudut pandang produksi game dalam negeri dan juga dari sudut pandang media game di Indonesia.
Tidak mengherankan memang jika industri game masih sangat asing di mata penduduk Indonesia. Mayoritas warga negara ini hanya tahu video game sebagai media hiburan semata, tanpa memikirkan sama sekali tentang proses di balik pembuatannya. Bahkan terkadang masih banyak mindset dari penduduk kita bahwa video gameadalah hiburan untuk anak kecil. Ketidakpahaman ini jelas saja memiliki banyak dampak negatif, salah satu yang paling parah adalah jika orang tua salah membelikan anak mereka game untuk dimainkan. Itu kalau dilihat dari sudut pandang konsumen, bagaimana jika dilihat dari sudut pandang produsen? Sebagai seseorang yang pernah bekerja di perusahaangame ternama, jujur saja saya cukup kagum dengan kepolosan rakyat terhadap industri game. Tidak jarang jika saya mengobrol dengan orang yang saya temui di tempat umum, mereka akan mengira saya bekerja di warnet karena nama kantor saya memiliki embel-embel “game“. Bahkan setelah saya menjelaskan bahwa kantor saya adalah game developer, tidak jarang orang kebingungan dengan pekerjaan saya.
Selain salah duga sebagai pengurus warnet, ada kesalahan lain yang paling umum terjadi dan bisa dibilang paling menyebalkan. Saat ditanya oleh kerabat tentang pekerjaan saya, dan saya menjawab bahwa pekerjaan saya adalah membuat game, kontan kalimat jawaban paling sering saya dengar adalah “wah enak dong ya kerjanya main game terus“. Percayalah, itu semua tidak benar. Banyak dari developer game memang selalu memainkan game, tapi game yang mereka mainkan adalah game yang sama terus-menerus dalam keadaan belum selesai, tidak seperti kegiatan bermain gameuntuk rekreasi.
Padahal kalau kita melihat industri kreatif lainnya yang sudah eksis sejak lama seperti komik atau film, tanggapan dari masyarakat umum biasanya lebih masuk akal. Saya rasa para komikus tidak selalu mendapatkan tanggapan “wah enak dong baca komik terus” ketika menjelaskan tentang profesinya, begitu juga pembuat film yang tidak mendapatkan respons “wah enak dong nonton film terus“. Memang kedua profesi tersebut pastinya memiliki pertanyaan-pertanyaan atau tanggapan konyol lain tersendiri dari orang di luar industri kreatif, tapi setidaknya tingkat keabsurdannya tidak separah media baru seperti video game.
Kurangnya pemahaman akan industri game ini tentunya tidak hanya berdampak di hal-hal minor seperti pembicaraan kasual di tempat umum atau di acara keluarga, tapi bisa juga berdampak ke hal besar yang akan merugikan oknum-oknum tertentu. Contohnya bisa dilihat seperti kejadian yang baru-baru ini dialami kantor Gameloft Indonesia yang diperiksa karena ketidakpahaman warga sekitar dan aparat mengenai apa itu developer game.
Terakhir kalau kita coba lihat dari sudut pandang media. Sebagai penulis di sebuah situs game, jujur saja menjelaskan tentang pekerjaan saya ke orang-orang sedikit lebih susah dibanding ketika saya merupakan seorang developer. Bisa dibilang jalur pekerjaan serta media seperti ini masih merupakan hal yang belum umum di Indonesia, meskipun kita semua sudah mengenal majalah game semenjak tahun 90-an.
Beberapa contoh kasus yang saya alami adalah ketika saya menulis opini tentang game bekas dan gamebajakan, serta opini tentang kenapa saya berniat meninggalkan bermain game di PC. Beberapa argumen pro dan kontra dengan opini saya tentu saja saya terima, tapi sayangnya ada beberapa komentar yang merasa kalau tulisan saya adalah sesuatu yang terlalu dilebih-lebihkan. Dari tanggapan-tanggapan beberapa orang tersebut, seakan-akan mereka hendak mengatakan bahwa video game hanyalah hiburan semata, tidak perlu diambil pusing sama sekali dengan topik-topik artikel selain review atau berita game terbaru.
Membaca komentar seperti itu jujur saja saya merasa sangat sedih. Jika kamu mengunjungi berbagai situsgame di luar, tidak jarang mereka membahas peran video game dalam sosial dan politik, masalah representasi gender dan seksualitas di video game, sampai membahas tentang agama dan rasisme yang biasa ditemukan di media kita yang tercinta ini. Di saat negara maju sudah membicarakan topik penting dan hubungannya denganvideo game, di Indonesia menulis tentang game bajakan dan pilihan platform saja sudah dianggap melebih-lebihkan dan tidak penting. Sebuah perbandingan yang betul-betul terbalik.
Saya betul-betul berharap semoga saja video game bisa ditanggapi dengan lebih serius dan dewasa, baik olehgamer, maupun orang-orang yang sangat jarang berurusan dengan video game. Karena sebagai salah satu media baru paling populer, pemahaman akan peran video game lebih dari sekedar hiburan adalah hal yang sangat penting.
Dengan mulai memperhatikan hal-hal simpel yang saya sebutkan di atas, saya yakin kita sudah cukup berkontribusi dalam membawa Indonesia sedikit lebih maju dari sekedar negara berkembang, menjadi negara yang siap maju. Kalau bukan kita, siapa lagi?. Dan sya berpedapat bahwa games telah menjadi salah satu sector penting dalam perekonomian bangsa, oleh karena nya saya berharap bapak presiden beserta menko perekonomian mampu memaksimalkan industry games ini menjadi salah satu sector penunjang pendapatan Negara. Terimakasih semoga bermanfaat.
Bandung, 7 September 2015 - Dalam rangka mensosialisasikan rencana kebijakan dan program Pemerintah saat ini dalam pengembangan ekonomi dan industri kreatif, mensosialisasikan kebijakan pembiayaan bagi pengembangan industri kreatif, menjaring isu, permasalahan, dan hambatan terkini dalam pengembangan ekonomi dan industri kreatif sebagai masukan bagi perumusan kebijakan, serta mensosialisasikan best practices dan success story dalam pengembangan ekonomi dan industri kreatif dari negara lain dan pelaku usaha, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya saing KUKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerjasama dengan Fakultas Industri Kreatif Telkom University akan menyelenggarakan seminar yang bertema “Ekonomi Kreatif Sebagai Gelombang Kekuatan Ekonomi Baru Berbasis Kreativitas dan Inovasi” bertempat di Universitas Telkom, Bandung (07/09).
Hadir dalam seminar “Ekonomi Kreatif Sebagai Gelombang Kekuatan Ekonomi Baru Berbasis Kreativitas dan Inovasi” yakni Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya saing KUKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Ir. Mohammad Rudy Salahuddin; Wakil Rektor III Universitas Telkom, Dr. Ama Suyanto, MBA.; Dekan Fakultas Industri Kreatif Telkom University Dr. Ir. Agus Achmad Suhendra, MT. Selain itu, turut hadir dari para pelaku industri kreatif. Seperti dari Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Ricky Josep Pesik; Direktur Pengembangan Usaha Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir Kemenkop UMKM, Ir. Adi Trisnojuwono; Join Secretariat for Economic Development of Indonesia and Korea; Ketua STMIK AMIKOM Yogjakarta, Prof. Dr. M. Suyanto, MM; Sekretaris Jenderal Game Developer Indonesia; dan Director Tender Indonesia, Tito Loho.
Indonesia dengan potensi kekayaan yang sangat besar baik potensi sumberdaya alam, keragaman budaya, maupun sumberdaya manusia, perlu mengedepankan kreativitas dan inovasi dalam pembangunan nasional untuk mengoptimalkan berbagai potensi kekayaan yang dimilikinya. Ekonomi kreatif yang berbasis kepada modal kreativitas sumberdaya manusia, berpeluang mendorong daya saing bangsa Indonesia di masa depan. Jika sumberdaya manusia Indonesia yang jumlahnya sangat besar memiliki kemampuan untuk berkreasi untuk menciptakan inovasi dan nilai tambah, maka kreativitas tersebut akan menjadi sumberdaya terbarukan yang tidak ada habisnya. Kreativitas akan mendorong dihasilkannya produk-produk manufaktur dan jasa yang inovatif dan bernilai tambah tinggi sehingga kelak Indonesia tidak akan lagi bergantung pada ekspor bahan mentah, tetapi juga akan mampu mengekspor produk yang bernilai tambah tinggi. Kreativitas dan inovasi juga akan menjadikan warisan budaya dan kearifan lokal berkontribusi besar tidak hanya bagi perekonomian nasional namun juga bagi peningkatan citra bangsa Indonesia di mata dunia internasional.
Wakil Ketua Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Ricky Josep Pesik tak menampik jika potensi subsektor ekonomi kreatif Indonesia sangat luas. Hal itu pun sempat membuat Bekraf kesulitan menyusun rencana besar pengembangan industri kreatif negeri ini. Menurut Ricky, desain saja di Indonesia terbagi dalam 3 subsektor terpisah yaitu desain interior, desain komunikasi visual dan desain produk. "Padahal di Inggris ada 9 jenis desain yang digabungkan menjadi 1 subsektor," ucapnya. Ricky pun mengaku pengembangan tidak bisa dilakukan langsung untuk 16 subsektor sekaligus. Oleh karena itu Bekraf telah sepakat untuk lebih dulu fokus pada tiga subsektor prioritas yaitu film, aplikasi dan musik; kuliner; serta kriya. Ketiga subsektor itu dijadikan prioritas karena dinilai bisa mengangkat subsektor lain jika nantinya sudah berdiri sendiri. Film misalnya, diyakini bisa ikit mendongkrak subsektor desain komunikasi visual, seni pertunjukan, animasi, fesyen, dan lain-lain.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan daya saing KUKM pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin menegaskan, pemerintah akan terus memegang komitmen untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Hal itu dilakukan karena pemerintah menyadari besarnya potensi ekonomi kreatif untuk berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja dan nilai ekspor.
Menurut Rudy, pemerintah menargetkan peningkatan kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB dari 7,1 persen pada 2014 menjadi 12 persen pada 2019. Begitu juga serapan tenaga kerja bisa meningkat dari 13 juta menjadi 13 juta orang dan nilai ekspornya naik dari 5,8 persen menjadi 10 persen.
Ekonomi kreatif saat ini mulai tumbuh dan berkembang menjadi sektor ekonomi yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2013 ekonomi kreatif mampu berkontribusi 7,05 persen terhadap PDB Nasional, menyerap 11,91 juta tenaga kerja atau 11 persen dari total tenaga  kerja nasional, serta menciptakan 5,4 juta usaha kreatif yang sebagian besar adalah UKM. Kontribusi tersebut disumbangkan oleh 15 sub-sektor industri kreatif, yaitu industri yang menghasilkan output dari pemanfaatan kreativitas, keahlian, dan bakat individu untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan peningkatan kualitas hidup. Industri kreatif meliputi arsitektur; desain; film, video, dan fotografi; kerajinan; kuliner; layanan komputer dan piranti lunak; musik; mode; permainan interaktif; penerbitan; periklanan; radio dan televisi; riset dan pengembangan; seni pertunjukan; dan seni rupa.
Perpres Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif telah mengklasifikasi ulang sub-sektor industri kreatif dari 15 sub-sektor menjadi 16 sub-sektor, yaitu arsitektur; desain interior; desain komunikasi visual; desain produk; film, animasi, dan video; fotografi; kriya; kuliner; musik; fashion; aplikasi dan game developer; penerbitan; periklanan; televisi dan radio; seni pertunjukan; dan seni rupa. Kontribusi 15 sub-sektor industri kreatif terhadap proporsi PDB tahun 2014, yang menunjukkan bahwa industri kuliner merupakan sub sektor dengan kontribusi PDB terbesar yaitu sebesar 32%. Sedangkan hasil analisa kuadran dengan menggunakan variabel tingkat pertumbuhan PDB dan proporsi terhadap PDB menunjukan bahwa industri fesyen merupakan industri yang paling tinggi tingkat pertumbuhan dan proporsinya terhadap PDB. Sedangkan industri layanan komputer dan perangkat lunak; periklanan; arsitektur; riset dan pengembangan; fotografi, film, dan video; radio dan televisi; serta permainan interaktif, meskipun proporsinya terhadap PDB masih rendah, namun mencatat tingkat pertumbuhan tinggi sehingga potensial untuk dikembangkan.
Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia dalam jangka panjang sejatinya tidak hanya difokuskan pada industri kreatif tetapi juga pada pengarusutamaan kreativitas di setiap sektor dan kehidupan bermasyarakat untuk dapat menciptakan daya saing global dan kualitas hidup bangsa Indonesia. Pencarian solusi terhadap berbagai permasalahan atau potensi yang ada di berbagai sektor prioritas pembangunan nasional perlu dilakukan secara kreatif, inovatif dan dapat dijawab oleh industri kreatif ataupun kolaborasi antara berbagai industri kreatif.
Pengembangan ekonomi kreatif saat ini masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan. Rencana Induk Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia menuju 2025 mengidentifikasi tujuh isu utama yang menjadi tantangan bagi perkembangan ekonomi kreatif, yaitu sumberdaya manusia kreatif, bahan baku, daya saing industri, pembiayaan, pasar, infrastruktur dan teknologi, serta kelembagaan dan iklim usaha.
Di tengah tantangan perekonomian global yang semakin besar, Pemerintah tengah berupaya mendorong berkembangnya industri kreatif menjadi sektor strategis yang mampu berperan lebih besar dalam perekonomian nasional dalam hal kontribusi terhadap PDB, penciptaan lapangan pekerjaan, dan ekspor. Sejumlah terobosan kebijakan telah dilakukan, diantaranya telah diprioritaskannya pengembangan ekonomi kreatif dalam RPJM Nasional 2015-2019 serta telah dibentuknya Badan Ekonomi Kreatif sebagai lembaga yang akan mengawal pengembangan ekonomi kreatif secara khusus. sumber  :http://www.ekon.go.id Publisher:Rini.psg