https://johnagustinus.academia.edu/eliusheluka
ARTIKEL
EKONOMI KREATIF
A. PENGANGGURAN
MASALAH UTAMA BANGSA.
Selamat
buat pace, mace dan kakak adik,
sobat brilliant, kali ini saya akan memberitahukan
masalah utama yang sampai sekarang belum terselesaikan yaitu pengangguran. Tingginya tingkat pengangguran dikalangan generasi muda
papua. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Papua menyatakan jumlah pengangguran pada Februari
2018 sebesar 53.818 orang, nilai tersebut diketahui berkurang sekitar 9.952
orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2017. Jumlah pengangguran ini terbuka bagi di luar papua untuk
mengambil kesempatan dan orang asli papua akan terkikis habis oleh di telah
waktu. dan berapa penduduk non papua yang ada di papua?.
Jumlah tersebut bisa jadi akan semakin meningkat seiring
akan berlakunya Revolisi Industri 4.0
yang semakin orang harus mengarah pada Masyarakat Ekonomi Industri (MEI) kapan
akan berakhir. Pasar tenaga kerja di sektor industri dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) terancam
dibanjiri tenaga kerja berupah murah dari Negara Indochina seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos, jowo,
ujungpandang dll.
Bila pemerintah lengah menangani problematika ini, bisa
dipastikan pengangguran berpotensi menjadi bom waktu. Meningkatnya tindakan
kriminal akhir-akhir ini, seperti pembegalan, perampokan, penjambretan dan sejenisnya
bisa jadi salah satu indikasi mulai maraknya pengangguran di Papua.
- Ancaman Global
Selain pengangguran,
saat ini ada ancaman global yang tidak disadari oleh banyak pihak. Yakni,
terjadinya perubahan dan pergeseran mendasar dalam pengelolaan strategi bisnis
dan pasar. Pergeseran dari era industri ke era digital. Dalam era industri yang menjadi tumpuan keunggulan
suatu negara adalah keunggulan komparatif. Berupa ketersediaan Sumber Daya Alam
(SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berlimpah. Sedangkan dalam era digital yang menjadi andalan adalah keunggulan kompetitif, yang
berbasis pada teknologi informasi, di mana pondasi ekonomi bertumpuk pada ekonomi kreatif. Sebuah tatanan ekonomi yang
ditopang tiga unsur keunggulan: budaya, seni dan teknologi.
Dua puluh tahun
yang lalu, Guru Besar Sloan Management School, Prof Lester
Carl Thurow, memprediksi sangat akurat. Ada tiga tantangan utama yang akan
dihadapi pada era ekonomi kreatif, yaitu semakin berkurangnya peran SDA dan
buruh; semakin berkurangnya peran kejayaan masa lalu suatu daerah dalam
pertumbuhan daerah serta semakin meningkatnya peran kreativitas dan daya
inovasi manusia, sebagai unsur pokok dalam menentukan keunggulan dan
keberhasilan pertumbuhan ekonomi kreatif bagi suatu daerah.
- Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif
sedang menjadi tren pembicaraan di mana-mana. Istilah ini mencuat dan populer,
seiring dengan gencarnya pemerintah daerah provinisi papua menggalakkan
kewirausahaan. Di namakan IKAP Apa itu IKAP dan ekonomi kreatif? Dan, apa
hubungannya dengan kewirausahaan? Secara sederhana, ekonomi kreatif didefinisikan
sebagai kumpulan aktivitas ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge
based economic activities) yang secara intensif menggunakan
kreativitas dan inovasi sebagai input utama, untuk menghasilkan berbagai produk
dan jasa yang bernilai tambah.
Ekonomi kreatif di papua
bertumpuk pada
14 subsektor industri. Diantaranya adalah periklanan, desain, arsitektur, pasar
seni dan barang antik, kerajinan, fesyen, film, video, fotografi, permainan
interaktif, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan
perangkat lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan. Perkembangan
terbaru, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berniat memasukkan
kuliner dalam katagori ekonomi kreatif.
Pelaku usaha yang
bergerak dalam dibidang ekonomi kreatif, disebut creativepreneur. Peran
mereka sangat besar dalam ikut serta menumbuhkan dan menggerakan perekonomian
nasional. Menurut data Departemen Perdagangan hingga pada tahun lalu, industri
kreatif telah menyumbang Rp 104,4 trilliun, atau rata-rata 4,75 persen terhadap
PDB nasional. Jumlah ini melebihi
sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih. Tiga subsektor yang memberikan
kontribusi paling besar nasional adalah fesyen 30 persen, kerajinan 23 persen,
dan periklanan 18 persen.
Di samping mampu
memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional, ekonomi kreatif
menjadi solusi efektif dalam mengatasi pengangguran di Indonesia. Menurut
penulis buku Spiritual Creativepreneur, M Arief
Budiman,
ekonomi kreatif yang sedang berjalan saat ini mampu
menyerap 4,4 juta tenaga kerja dengan tingkat pertumbuhan 17,6 persen.
Melebihi tingkat pertumbuhan tenaga kerja nasional yang hanya sebesar 7 persen.
Sungguh dasyat dan luar biasa.
- Kendala Pengembangan
Di Negara maju di dunia, ekonomi kreatif, berkembang pesat dan
cepat, karena mendapat apresiasi sangat tinggi, dari pemerintah maupun
masyarakat. Selain itu, masyarakat di negara maju sangat menghargai perbedaan
dan perlindungan hak cipta dari suatu karya sehinggga mendorong tumbuhnya
kreativitas. Negara maju juga
mempunyai kepedulian tinggi dari sisi pendanaan. Pelaku usaha kreatif di negara
maju sangat mudah mendapatkan dana untuk mengembangkan usahanya. Di Amerika
Serikat banyak perusahaan pendanaan yang justru mencari usaha-usaha kreatif
yang mempunyai prospek bagus di masa depan untuk didanai.
Umumnya di negara
maju, bidang usaha kreatif yang menjadi produk unggulan yaitu teknologi
informasi dan komunikasi, pengembangan teknologi energi dan teknologi dibidang
kesehatan. Sedangkan, pengembangan
ekonomi kreatif di negara berkembang, seperti di Indonesia belum digarap
optimal. Berlimpah SDA dan
budaya, namun, pengelolaan belum maksimal. Dalam kancah perekonomian global,
negara berkembang hanya berperan sebagai penyedia bahan baku negara maju. Di
negara maju bahan baku tersebut diolah lalu dijual kembali ke negara berkembang
dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi.
Faktor lain dalam
pengembangan ekonomi kreatif di papua adalah belum terciptanya budaya kreatif
di masyarakat dan masih rendahnya penghargaan atas ide dan hak cipta. Kita
sering mendengar, di dunia nasional, papua mendapat predikat “ surganya produk
bajakan.“ Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu pengembangan ekonomi
kreatif menjadi lamban.
- Solusi Pengembangan
Ada tiga langkah
penting yang dilakukan pemerintah untuk mengakselerasi pengembangan SDM
kreatif. Pertama, meningkatkan kapasitas pengetahuan masyarakat melalui
berbagai program pendidikan dan pelatihan serta perluasan aksesibilitas pada
berbagai program pendidikan dan pelatihan. Kedua, membangun dan memperbaiki jalinan koordinasi
antara kelembagaan produksi pengetahuan (dalam hal ini perguruan tinggi) dan
kelembagaan pengguna pengetahuan (khususnya industri), sehingga terbina
kerjasama yang intensif dalam mengakselerasi pengembangan daya kreativitas dan
inovasi.
Ketiga, membangun dan membenahi aspek kelembagaan, dengan memberikan kemudahan akses bagi para pencipta dan penemu
untuk memperoleh perlindungan terhadap hak cipta.
Di samping itu, ada
langkah penting yang sering terlupakan, yaitu merombak total sistem pendidikan
nasional, mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi. Pendidikan dipapua saat ini
telah menciptakan dehumanisasi. Tidak dimungkiri anak-anak kita memang pandai dan
cerdas secara intelektual, namun pola berpikirnya mekanik seperti robot. Otak
kiri hebat, tapi otak kanan tidak tumbuh optimal. Daya juang, kemandirian dan
kreativitas mereka rendah. saya berkeyakinan bila sistem pendidikan nasional berada
pada track yang benar, maka akan menghasilkan insan-insan
mandiri yang cerdas dan berbudi luhur. Mampu menumbuh kembangkan potensi diri
dan kreativitas, yang akan melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru yang andal
dan profesional. Menghantarkan papua menjadi daerah yang bermartabat dan
terhormat di mata daerah lain.
B. MENGEMBANGKAN EKONOMI KREATIF
Dunia sedang berduka. Resesi
telah merambah ke mana-mana. Krisis finansial global yang dipicu oleh
bangkrutnya sejumlah raksasa keuangan Amerika Serikat (AS) benar-benar telah
membawa efek domino yang luar biasa bagi negara-negara di kawasan emerging market, termasuk Indonesia. Saham-saham di
hampir seluruh belahan dunia anjlok tajam. Bahkan, indeks harga saham gabungan
(IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan paling buruk ketiga di
dunia akhir tahun lalu. Sejumlah negara maju yang selama ini menjadi tujuan
ekspor bagi Indonesia jatuh dalam kubangan resesi ekonomi. Bagi Indonesia,
ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terus membayangi selama tahun 2016, khususnya pada industri
berbasis ekspor. Lalu, apa yang mesti dikerjakan? Dengan cara seperti apa kita
bisa bertahan? Krisis memang telah memukul sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Yang paling terkena dampaknya, tentu saja masyarakat miskin yang sejauh ini
tidak memiliki akses memadai, baik dari segi pendidikan, kesehatan, maupun
akses ekonomi. Jumlah mereka yang miskin masih 34,96 juta jiwa, atau 15,42%
dari total jumlah penduduk Indonesia. Selain itu, jumlah pengangguran juga
relatif masih besar, yakni 9,4 juta jiwa. Jumlah itu setara dengan 8,46% dari
total angkatan kerja di Indonesia (data BPS Februari 2008).
Sebagian besar mereka
menempati wilayah tertinggal di Republik ini. Mereka merupakan bagian dari 199
kabupaten daerah tertinggal di Indonesia. Secara kuantitatif jumlah daerah
tertinggal tersebut setara dengan 44% dari total 457 kabupaten/kota di
Indonesia. Diantara provinis papua termasuk karena
ketidakberdayaan itulah, secara ekonomi peranan daerah tertinggal terhadap
ekonomi nasional menjadi sangat kecil. Padahal, potensi di daerah tertinggal
akan mendatangkan stimulus bagi ekonomi nasional jika digarap secara cermat.
Mayoritas mereka tinggal dan menetap di desa. Mereka miskin bukannya karena malas,
melainkan menjadi tidak berdaya karena akses mereka yang terbatas dan sengaja
dibatasi pada era pembangunan sentralistik di masa lampau.
Dengan permasalahan yang
kompleks seperti itu, ditambah dengan ancaman imbas krisis finansial yang sudah
kian kentara di depan mata, upaya terpadu, terencana, dan berkesinambungan,
dibutuhkan untuk pemberdayaan masyarakat. Program itu harus mampu merangsang
dan menumbuhkan kreativitas masyarakat miskin, khususnya di perdesaan. Ekonomi
kreatif akan muncul jika proses-proses pelibatan masyarakat dibuka
seluas-luasnya.
Karena itu,perlu program
yang memungkinkan wilayah ekonomi kreatif, yang selama ini lebih banyak
berkembang di perkotaan, bisa kian beranak pinak di perdesaan. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS), industri ekonomi kreatif terdiri dari 15 kategori.
Yakni fesyen, kerajinan, periklanan, arsitektur, desain, pasar seni, film dan
video, musik, software, hiburan interaktif, seni
pertunjukan, penerbitan, dan jasa komputer. Sumbangan industri ekonomi kreatif
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih kecil, tapi terus meningkat
sepanjang tahun.
Tahun lalu, kontribusi
industri ekonomi kreatif diperkirakan mencapai 4,75% terhadap produk domestik
bruto (PDB) Indonesia. Paling tidak, ada 3 subkategori ekonomi kreatif yang
kontribusinya paling besar, yakni fesyen 30%, kerajinan 23%, dan periklanan
18%. Industri kreatif juga telah menyerap 3,7 juta tenaga kerja atau 4,7%
lapangan kerja di Indonesia, dan telah memberikan kontribusi ekspor sekitar 7%.
Penguasaan di bidang
informasi, pengetahuan, dan kreativitas, tengah menjadi titik sentral dalam
perkembangan budaya secara global. Hal ini setidaknya juga ikut mengarahkan
perkembangan di bidang teknologi dan bisnis yang memanfaatkan kreativitas
manusia sebagai ujung tombaknya. Sejak pertengahan 1990-an, perkembangan di
bidang informasi, pengetahuan, dan kreativitas, juga ikut memicu lahirnya
wacana mengenai industri kreatif yang saat ini telah menjadi fenomena global.
Selain di negara maju, perkembangan industri kreatif setidaknya juga tumbuh
secara pesat di beberapa negara berkembang semisal China, India, Brasil,
Argentina, Meksiko, dan bahkan Burkina Faso yang terletak di daratan Afrika. Di
beberapa negara ini, sektor ekonomi kreatif memberikan sumbangan GNP sebesar
3%.
Di Inggris dan Belanda,
sektor ekonomi kreatif tercatat memberikan kontribusi bagi penciptaan lapangan
kerja baru sampai sebesar 30%. Tidak mengherankan kalau pemerintah di tiap-tiap
negara menggenjot perkembangan sektor ekonomi kreatif dengan mendorong berbagai
inisiatif masyarakat sipil untuk meningkatkan kemampuan di bidang kreativitas
dengan menciptakan berbagai kebijakan publik yang mengambil fokus pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perkembangan teknologi.
Selain itu, di banyak negara
maju, pemerintah setempat kerap menjalin hubungan kerja sama dengan berbagai
elemen masyarakat sipil agar dapat mendorong penguasaan di bidang informasi dan
pengetahuan secara luas. Untuk itu, diciptakanlah berbagai kebijakan dan
insentif yang dapat memicu pertumbuhan di bidang sektor kreatif dengan
melibatkan pemerintah, lembaga keuangan, institusi pendidikan formal, dan
berbagai kelompok independen yang menjadi tulang punggung bagi perkembangan
ekonomi kreatif.
Di Indonesia, perkembangan
sektor ekonomi kreatif baru berkembang pesat di beberapa kota besar. Melalui
inisiatif komunitas anak muda di beberapa kota semisal Jakarta, Bandung, dan
Yogyakarta, berbagai benih yang memicu pertumbuhan ekonomi kreatif di tingkat
lokal telah mampu melahirkan karya film, animasi, fesyen, musik, software, game komputer,
kerajinan, dan lain-lain. Beberapa di antara pelaku ekonomi kreatif ini malah
telah mendapatkan kesempatan untuk menampilkan karya mereka di ajang
internasional dan diterima dengan tangan terbuka.
Pemerintah sendiri
akhir-akhir ini terlihat getol menyuarakan pentingnya mengembangkan sektor
ekonomi kreatif sebagai salah satu upaya untuk keluar dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan. Dalam Pekan Produk Budaya Indonesia, Presiden Yudhoyono sempat
menyatakan kalau ekonomi kreatif merupakan modal utama pembangunan ekonomi di
gelombang empat peradaban. Hal ini tentu saja dapat kita artikan sebagai angin
segar. Tindak lanjut dari ajakan Kepala Negara itu ialah menumbuhkembangkan
partisipasi, pembukaan akses seluas-luasnya hingga ke desa, serta permodalan
bergulir yang tepat sasaran. Desa, sebagai wilayah penyangga ekonomi di
Republik ini, perlahan tapi pasti telah memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan ekonomi kreatif itu melalui pemberdayaan nasional.
Dengan total dana APBN 2010,
terbuka seluas-luasnya pengembangan ekonomi kreatif itu hingga ke pelosok desa.
Apalagi, dalam sejarah, desa telah memiliki modal berharga bagi tumbuhnya
ekonomi kreatif. Di Kotawaringin Barat (Kobar) pada khususnya dan di Kalimantan
Tengah pada umumnya, modal untuk mengembangkan ekonomi kreatif sangatlah besar.
Kobar sebagai penyangga utama perekonomian di Kalimantan Tengah memiliki
potensi ekonomi kreatif karena Kobar menjadi wilayah pertemuan berbagai etnik,
baik Kalimantan maupun Jawa, yang memiliki hasil seni dan kerajinan kreatif
yang belum sepenuhnya digali. Di Kobar ada etnik Banjar, Dayak, dan Jawa, yang
bisa mengusung potensi kreatif itu bila disinergikan secara baik.
Ada batik dengan corak
Dayak, Banjar. Juga beragam jenis senjata serta kerajinan tangan lainnya yang
bila dibina secara serius dan berkelanjutan akan menghasilkan nilai tambah
ekonomi yang tidak sedikit. Hal itu ditambah dengan kenyataan bahwa Kobar yang
menjadi salah satu akses menuju Taman Nasional Tanjung Puting (wilayah yang
sudah mendunia), dapat mudah memasarkan dan memassalkan produk-produk kerajinan
kreatif bernuansa etnik tersebut. Mereka, para perajin lokal, akan dapat tumbuh
di Kobar karena akses modal akan mudah didapat dengan adanya lembaga keuangan,
yakni bank perkreditan rakyat (BPR), yang telah diupayakan pemerintah
kabupaten.
Dengan
sinergi tersebut, proses ekonomi kreatif bisa ditumbuhkembangkan dan bisa
menjadi benteng masyarakat dari hantaman krisis yang daya rusaknya sangat
hebat. Karena itu, tidak ada kata terlambat untuk segara membenahi dan mulai
'menyentuh' lahan ekonomi kreatif ini.
C.
PENTINGNYA
SEBUAH KREATIFITAS
Wilayah Indonesia terbilang
strategis hal tersebut terlihat dari penempatan Indonesia yang tepat berada
diantara dua buah benua sekaligus dan dua samudera, selain itu kekayaan lautan
yang melimpah membuat Indonesia menjadi nadi dari perdagangan internasional
namun melirik kembali bagaimana keadaan negara sekarang yang tak hentinya
dirundung masalah, sebut saja beberapa masalah seperti korupsi, konflik etnis,
dan kesejahtraan yang tidak merata, membuat Indonesia harus “was-was”
menghadapi komunitas Asia yang semakin dekat. Banyaknya masalah Indonesia
sekarang dan Arus global yang sudah tak berbatas lagi membuat Indonesia haruslah
secepatnya membenahi diri dengan skala yang besar seperti yang dikatakan oleh
Presiden RI Joko
Widodo, “Revolusi Mental” namun pertanyaanya kemudian haruslah dengan cara
bagaimana?
1.
Kreatifitas
Mempengaruhi Peningkatan Ekonomi
Indonesia merupakan
Negara yang kaya namun kekayaan Negara ini ternyata berbanding terbalik dengan
pertumbuhan ekonominya. Noke Kiroyan wakil ketua umum kadin bidang koordinasi
dan asosiasi di liputan6.com pada 11 sepetember 2014 tahun lalu, mengungkapkan pernyataannya
bahwa perekonomian Indonesia tiap tahunnya mengalami
penuruanan, pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka 6.5
persen, pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia turun pada angka 6.2
persen, pada tahun 2013 kembali turun ke angka 5.8 persen, pada tahun 2014
pertumbuhan ekonomi diperkirakan turun pada angka 5.1 persen sampai 5.5 persen.
Noke menambahkan neraca perdagangan Indonesia juga terus mengalami devisit di
US$ 1,66 miliar, pada 2013 tercatat US$ 4,06 miliar sementara pada Januari
sampai Juni 2014, total defisit neraca perdagangan di level US$ 1,15 miliar.
Banyak solusi yang
telah ditelurkan oleh pemerintah namun tidak memberikan efek yang signifikan
sehingga mengundang Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Anton Hendranata
untuk menekankan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai jika saja pendidikan di
Indonesia terkelola dengan baik pemerintah Indonesia, harus memanfaatkan bonus
demografi sebaik mungkin. "Jika tidak memperkuat bidang pendidikan, sumber
daya manusia kita tidak siap di dunia kerja, maka ini akan menjadi
masalah," tegas beliau pada liputan6.com.
Pendidikan akan
menjadi jalan yang baik untuk meningkatkan perekonomian negeri ini namun bukan
hanya sekedar pendidikan yang malah membuat orang menjadi robot saja namun
mendidik manusia menjadi selayaknya manusia yaitu mendidik “Kreatif”. Pada
buku leassons from the top yang dikarang oleh Thomas neff dan
james cirtin, Michael Eisner yang merupakan pimpinan dan CEO Walt Disney
Company menekankan bahwa menjadi kreatif sangatlah penting “Kalau yang
menjalankan perusahaan adalah seorang yang kreatif, saya yakin bahwa anda akan
melihat sebuah produk yang bagus”. Indonesia membutuhkan kader yang kreatif,
bayangkan jika ada banyak pemuda dinegeri ini melahirkan produk/jasa yang
kreatif maka sangatlah mungkin perekonomian Indonsia akan melejit ke angka yang
menakjubkan.
2.
Kreatifitas
Membangkitkan Motivasi
Menurut Prof.Dr. Bimo Walgito dalam bukunya Psikologi umum
mendefenisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau
organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Prof.Dr. Bimo Walgito melanjutkan motivasi
mempunyai tiga aspek yaitu a) keadaan terdorong diri organisme, yaitu kesiapan
bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, karena keadaan
lingkungan, atau karena keadan mental seperti berpikir dan ingatan, b) perilaku
yang timbul dan terarah karena keadaan, c) goal atau tujuan yang dituju
perilaku tersebut. Menurut defenisi Arthur S. Reber & Emily S. Reber
kreatifitas merupakan sebuah idea atau konsep yang lahir dari berpikir dan berpikir menurut
Prof.Dr. Bimo Walgito bisa menjadi alasan individu untuk termotifasi sehingga
ada hubungan yang nyata antara kreatifitas dan motivasi. Prof.Dr. Bimo Walgito menggambarkan motivasi menjadi
sebuah siklus yang saling terhubung, seperti pada gambar dibawah:
Pada tahap pertama
dinamakan dinamakan driving state yaitu pendorong,
drive ini timbul karena organisme merasa ada kekurangan dalam kebutuhan. Kreatifitas sangat mungkin menjadi driving state alasan seseorang termotivasi. Setelah itu ada namanya instrumental
behavior adalah
bentuk perilaku seseorang setelah mendapatkan motivasi, perilaku yang menuntun
seseorang untuk mengarah ke goal. Setelah goal tercapai maka individu akan
kembali lagi untuk mendapatkan driving state.
3.
Kreatifitas
Meningkatkan Literasi
Menurut Risa
Agustin pada bukunya kamus ilmiah popular mengartikan literasi sebagai perilaku
membaca dan menulis. Literasi merupakan sebuah perilaku, prilaku dapat
terbentuk jika ada dorongan. Menurut Dr. Kartini Kartono dalam bukunya
Psikologi umum menekankan dorongan adalah desakan yang alami untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan hidup, dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan
hidup. Kreatifitas dapat menjadi dorongan yang membuat individu melakukan
sebuah perilaku yaitu literasi.
Perilaku yang hanya
dilakukan satu atau dua kali masih bisa dikatakan belum efektif dalam merubah
individu, perilaku tersebut haruslah menjadi kebiasaan yang membuat individu
selalu melakukan proses literasi. Risa Agustin mendefenisikan kebiasaan
adalah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang mengandung unsur efektif perasaan. Literasi sebaiknya menjadi
kebiasaan di Indonesia agar tingkah laku tersebut dapat mendorong masyarakat
untuk lebih maju dalam segala bidang.
Membentuk Kebiasaan
literasi dimasyarakat menurut Trini Haryanti penggiant literasi pada yayasan
pengembangan perpustakaan Indonesia (YPPI) mengatakan pemerintah sebaiknya
melakukan a) Pendekatan akses fasilitas baca, b) Kemudahan akses mendapatkan
buku bacaan, c) Murah/gratis, c) Menyenangkan dengan segala keramahan dan d)
berkelanjutan. Dengan melaksanakan kelima hal tersebut dapat menjadi langkah
terbentuknya budaya literasi yang kuat pada lingkungan masyarakat. Trini
Haryanti melanjutkan pendekatan pemerintah kepada masyarakat secara
bertahap yaitu a) Sosialisasi, penyampaian niat dan kegiatan yang disediakan
buat masyarakat, cara akses buku, aturan dan kebijakan yang menyertai, dan
semua yang dapat dimanfaatkan masyarakat, b) Partisipasi, keterlibatan
masyarakat secara aktif pada setiap kegiatan, 3) kebersamaan, menjalin keakraban untuk menjaga komunitas literasi.
4.
Mengembangkan
Kreatifitas Di Pendidikan
Eko laksono dalam
bukunya Emperium III mengutip sebuah pribahasa “Et Ipsa Scientia Est”,
pengetahuan adalah kekuatan, tidak salah jika banyak negara di dunia ini
berlomba-lomba untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tidak terkecuali negara yang ada di Asia.
Malaysia yang menjadi negara tetangga yang tergabung pula di Asia ini juga
sedang gembor-gembornya mengembangkan pengetahuan bahkan Mahathir Mohammad
mantan perdana mentri malasysia di politik.rmol.co menegaskan
bahwa tingkat buta huruf masyarakat Malaysia mencapai nilai 0 persen dan
kebanyakan warga Malaysia memiliki kemampuan di atas rata-rata di bidang
pengetahuan alam, teknik dan matematika.
Mengupayakan
pendidikan yang memanusiakan manusia adalah tolak menjadi negara yang maju di
asia, namun bukan mendidik yang sekedar mendidik dengan tidak mengembangkan ke
khususan individu karena untuk mendidik bukan hanya sampai pada mengetahui
namun pada kreatif seperti yang di ungkapkan oleh Albert Einstein “Imagination
is more important than knowledge because knowledge is limited, whereas
imagination embraces tahe entire word, stimulating progress, giving birt to
evolution” Pengetahuan
akan membuat manusia maju, tetapi imajinasilah yang mendorong kreativitas
unggul yang akan menghasilkan lompatan-lompatan besar peradaban. Sehingga
siapapun negara yang berhasil mengembangkan kreatifitas dengan jalan pendidikan
maka akan menjadi negara yang maju dalam peradaban.
Pengembangan
pendidikan terutama literasi akan memicu banyak generasi untuk berpikir secara
kreatif, berpikir secara kreatif akan memicu perilaku inovasi yang akan menciptakan
produk, jasa atau bahkan pemerintahan yang berefek positif pada negara.
Sehingga Literasi, Kreatif dan inovasi menjadi pilar yang kokoh dalam
menentukan negara yang mana akan dominan di Asia.
D.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kinerja makro
yang sangat populer, dan dalam hitungannya merupakan derivasi dari PDB (produk
domestik bruto) atau GDP (gross domestic product).
Popularitasnya disebabkan banyaknya kaitan penggunaan indikator tersebut dengan
kegunaan praktis dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan. Sering kita
baca/dengar berita dari media tentang tingkat defisit anggaran, pendapatan per
kapita, investasi, maupun kontribusi ekonomi sektoral, yang semuanya dikaitkan
dengan besaran PDB.
Di tengah meluasnya penggunaan indikator tersebut, masih
sering terjadi salah tafsir sehingga masyarakat seolah dihadapkan kepada
anomali, dan secara ekonomi merugikan. Ada pendapat, apabila pertumbuhan
ekonomi tinggi, secara otomatis seluruh masyarakat akan tambah sejahtera serta
kemiskinan dan pengangguran berkurang. Benarkah analisis tersebut? Mungkin
benar, tetapi tidak sepenuhnya, atau bahkan mungkin sebaliknya.
Sesuatu yang sering dibanggakan banyak pihak adalah bahwa di
tengah krisis ekonomi dunia, ekonomi Indonesia masih tumbuh 4,5% (2008 sebesar
6%). Dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,34%, jelas ekonomi per
kapita rata-rata masih tumbuh di atas 3%. Namun, kesimpulan akan lain apabila
dimasukkan variabel pemerataan, dan di sinilah masalah muncul sehingga analisis
yang berbasis pertumbuhan tanpa mengacu kepada pengertian konsep dan definisi
serta tata cara penghitungannya sering membuat kesimpulan menjadi bias. Kalau
hanya sebagai kajian akademis masih 'baik-baik saja'. Celakanya apabila
digunakan untuk kebijakan ekonomi, bisa menjerumuskan dan merugikan.
Secara konseptual, setiap aktivitas ekonomi akan menghasilkan
nilai tambah (value added)-–nilai yang ditambahkan atas nilai bahan
baku/input antara--yang merupakan balas jasa faktor produksi--tenaga kerja,
tanah, modal, dan kewiraswastaan. Penjumlahan value added di
suatu wilayah teritorial (Indonesia) dan dalam selang waktu tertentu (triwulan,
setahun) menghasilkan PDB wilayah tersebut.
Dengan demikian, penguasaan faktor produksi menentukan
kepemilikan nilai tambah. Selanjutnya, pertambahan riil PDB dalam
triwulan/setahun dinamakan pertumbuhan ekonomi triwulan/tahun bersangkutan.
Kata riil mengacu kepada PDB yang telah 'dihilangkan' inflasinya sehingga
pertumbuhan ekonomi sudah 'bersih' dari pengaruh perubahan harga dan merupakan
pertumbuhan jumlah 'kuantitas' produk.
Benarkan pertumbuhan yang terjadi telah menyejahterakan
masyarakat? Masalah penguasaan faktor
produksi dan besaran kontribusi sektoral menjadi faktor nyata 'melesetnya'
interpretasi yang merugikan masyarakat, dan berikut ini diberikan uraian
anomali akibat salah interpretasi. Pertama,
produksi pertambangan di Indonesia dengan kondisi faktor produksi tenaga kerja
berpendapatan rendah, umumnya pelakunya adalah masyarakat Indonesia. Tenaga
ahli, yang umumnya pendapatannya jauh lebih tinggi, adalah ekspatriat. Data
sebuah perusahaan tambang menunjukkan bahwa jumlah uang untuk membayar tenaga
ekspatriat berbanding terbalik dengan jumlah tenaga kerjanya. Jumlah ekspatriat
sedikit total nilai gaji dan tunjangannya besar.
Walaupun tanahnya milik Indonesia, dalam penggunaannya
dikuasai asing. Demikian juga modalnya dari mereka sehingga walaupun dicatat di
Indonesia, PDB-nya lebih dinikmati mereka. Nilai tambah yang tercipta dan
merupakan hak pekerja hanya bagian kecil, sebaliknya sebagian (besar) lainnya
adalah milik penguasa faktor produksi. Pemerintah mendapat pajak dari aktivitas
ekonomi ini, yang jumlahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan milik asing.
Dengan analogi itu, apabila pertumbuhan ekonomi terjadi karenanya, yang 'lebih
tumbuh' adalah mereka. Bagaimana kalau banyak bisnis pertambangan semacam itu?
Mungkin nantinya sumber daya habis, ternyata yang lebih menikmati adalah asing.
Kedua, untuk perusahaan jasa, misalkan perbankan, mungkin
lebih parah. Mereka melayani aktivitas ekonomi Indonesia, dan semua transaksi
keuangan dalam perekonomian hampir pasti akan dikelola sektor tersebut.
Kendatipun lokasi bisnis di Indonesia, dan kinerjanya dicatat dalam PDB negeri
ini, karena sebagian besar faktor produksinya dimiliki dan dikuasai asing,
nilai tambahnya sebagian besar juga milik asing. Karena usaha jasa saat ini
sarat dengan ICT (information-communication technology),
hanya sedikit tenaga kerja yang diserap. Bisnis jasa bukan hanya perbankan.
Peran asing sudah mendominasi.
Ketiga, usaha besar jumlahnya sedikit, sebaliknya usaha kecil
jumlahnya banyak. Usaha besar sering merupakan afiliasi asing yang
operasionalisasinya sangat efisien, sedangkan usaha kecil masih menjadi
perbincangan untuk didorong maju. Ritel modern yang berjaringan luas, efisien,
dan diizinkan masuk ke daerah kecil didampingkan dengan ritel tradisional yang
sering berpenampilan kumuh dan kurang menarik pengunjung. Karuan saja, yang
besar tumbuh besar dan yang kecil semakin kecil dan mungkin mati. Ritel besar
berkontribusi besar ke PDB, sedangkan ritel kecil, kendatipun jumlahnya 'sangat
banyak' kontribusinya kecil. Dengan demikian, apabila sektor perdagangan
tumbuh, secara matematis lebih menggambarkan pertumbuhan yang besar. Ada media
menggambarkan keterjepitan pasar tradisional.
Keempat, produk air kemasan merek terkenal sudah menjadi
milik perusahaan multinasional, yang tentu saja ada bagian (besar) faktor
produksi yang dikuasai mereka. Padahal, teknologinya sudah tidak asing bagi
masyarakat dalam negeri.
Kelima, bisnis kuliner yang berbentuk waralaba memang
sebagian besar faktor produksinya dimiliki dan dikuasai bangsa Indonesia. PDB
yang tercipta lebih banyak menguntungkan Indonesia. Namun, bukan berarti secara
'bersih' dinikmati Indonesia. Fee waralaba
asing akan mengalir 'ke luar', dan terkategorikan sebagai 'kebocoran' ekonomi
Indonesia.
Dengan uraian anomali pertumbuhan ekonomi tersebut, jelaslah
bahwa pertumbuhan ekonomi semacam itu bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan.
Gambaran tersebut lebih menunjukkan pertumbuhan yang tidak berkualitas. Bahkan
kebijakan yang didasarkan pertumbuhan ekonomi seperti itu sangat mungkin
merugikan, dan sasaran yang dibidik tidak tercapai. Pengambil kebijakan publik
dapat terjebak dalam misinterpretasi, dan pro-growth menjadi
tidak pro-jobdan pro-poor.
E.
GAMES, SEBAGAI INDUSTRI
PENUNJANG PENDAPATAN NEGARA
Sebagai sebuah
negara berkembang, banyak sekali hal di negara kita tercinta ini yang
tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Di antara berbagai
ketertinggalan tersebut, salah satu yang paling terasa mungkin adalah
ketertinggalan di bidang teknologi, terutama teknologi di bidang media dan
penyampaian informasi.
Saat saya membahas
tentang ketertinggalan teknologi, mungkin saja sebagian dari kamu langsung
berpikir tentang kalahnya kecepatan internet di Indonesia dengan di negara
seperti Korea atau Jepang. Tapi perlu diingat, ketinggalan di bidang teknologi
bisa memiliki makna yang jauh lebih luas. Salah satunya adalah seberapa besar
teknologi mempengaruhi kehidupan sosial dan politik masyarakat.
Sebenarnya hal
seperti ini bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Contohnya seperti
bagaimana cara masyarakat
menanggapi teknologi bisa berhubungan dengan banyaknya situs yang diblokir di
Indonesia. Tapi untuk artikel ini, saya hanya akan membahas
tentang video game. Tentang bagaimana tanggapan masyarakat
Indonesia ke video game bukan hanya sebagai media hiburan dari
sudut pandang konsumen, tapi juga dilihat dari sudut pandang produksi game dalam
negeri dan juga dari sudut pandang media game di Indonesia.
Tidak mengherankan
memang jika industri game masih sangat asing di mata penduduk
Indonesia. Mayoritas warga negara ini hanya tahu video game sebagai
media hiburan semata, tanpa memikirkan sama sekali tentang proses di balik
pembuatannya. Bahkan terkadang masih banyak mindset dari
penduduk kita bahwa video gameadalah hiburan untuk anak kecil.
Ketidakpahaman ini jelas saja memiliki banyak dampak negatif, salah satu yang
paling parah adalah jika orang tua salah membelikan anak mereka game untuk
dimainkan. Itu kalau dilihat dari
sudut pandang konsumen, bagaimana jika dilihat dari sudut pandang produsen?
Sebagai seseorang yang pernah bekerja di perusahaangame ternama,
jujur saja saya cukup kagum dengan kepolosan rakyat terhadap industri game. Tidak
jarang jika saya mengobrol dengan orang yang saya temui di tempat umum, mereka
akan mengira saya bekerja di warnet karena nama kantor saya memiliki
embel-embel “game“. Bahkan setelah saya menjelaskan bahwa kantor saya
adalah game developer, tidak jarang orang kebingungan dengan
pekerjaan saya.
Selain salah duga
sebagai pengurus warnet, ada kesalahan lain yang paling umum terjadi dan bisa
dibilang paling menyebalkan. Saat ditanya oleh kerabat tentang pekerjaan saya,
dan saya menjawab bahwa pekerjaan saya adalah membuat game, kontan
kalimat jawaban paling sering saya dengar adalah “wah enak dong ya kerjanya
main game terus“. Percayalah, itu semua tidak benar. Banyak dari
developer game memang selalu memainkan game, tapi game yang
mereka mainkan adalah game yang sama terus-menerus dalam
keadaan belum selesai, tidak seperti kegiatan bermain gameuntuk rekreasi.
Padahal kalau kita
melihat industri kreatif lainnya yang sudah eksis sejak lama seperti komik atau
film, tanggapan dari masyarakat umum biasanya lebih masuk akal. Saya rasa para
komikus tidak selalu mendapatkan tanggapan “wah enak dong baca komik terus”
ketika menjelaskan tentang profesinya, begitu juga pembuat film yang tidak
mendapatkan respons “wah enak dong nonton film terus“. Memang kedua
profesi tersebut pastinya memiliki pertanyaan-pertanyaan atau tanggapan konyol
lain tersendiri dari orang di luar industri kreatif, tapi setidaknya tingkat
keabsurdannya tidak separah media baru seperti video game.
Kurangnya pemahaman
akan industri game ini tentunya tidak hanya berdampak di
hal-hal minor seperti pembicaraan kasual di tempat umum atau di acara keluarga,
tapi bisa juga berdampak ke hal besar yang akan merugikan oknum-oknum tertentu.
Contohnya bisa dilihat seperti kejadian yang
baru-baru ini dialami kantor Gameloft Indonesia yang diperiksa
karena ketidakpahaman warga sekitar dan aparat mengenai apa itu developer game.
Terakhir kalau kita
coba lihat dari sudut pandang media. Sebagai penulis di sebuah situs game, jujur
saja menjelaskan tentang pekerjaan saya ke orang-orang sedikit lebih susah
dibanding ketika saya merupakan seorang developer. Bisa dibilang jalur
pekerjaan serta media seperti ini masih merupakan hal yang belum umum di
Indonesia, meskipun kita semua sudah mengenal majalah game semenjak
tahun 90-an.
Beberapa contoh
kasus yang saya alami adalah ketika saya menulis opini tentang game bekas
dan gamebajakan, serta opini tentang
kenapa saya berniat meninggalkan bermain game di PC.
Beberapa argumen pro dan kontra dengan opini saya tentu saja saya terima, tapi
sayangnya ada beberapa komentar yang merasa kalau tulisan saya adalah sesuatu
yang terlalu dilebih-lebihkan. Dari tanggapan-tanggapan beberapa orang
tersebut, seakan-akan mereka hendak mengatakan bahwa video game hanyalah
hiburan semata, tidak perlu diambil pusing sama sekali dengan topik-topik
artikel selain review atau berita game terbaru.
Membaca komentar seperti
itu jujur saja saya merasa sangat sedih. Jika kamu mengunjungi berbagai situsgame di
luar, tidak jarang mereka membahas peran video game dalam
sosial dan politik, masalah representasi gender dan seksualitas di video
game, sampai membahas
tentang agama dan rasisme yang biasa ditemukan di media kita
yang tercinta ini. Di saat negara maju sudah membicarakan topik penting dan
hubungannya denganvideo game, di Indonesia menulis tentang game bajakan
dan pilihan platform saja sudah dianggap melebih-lebihkan dan tidak penting.
Sebuah perbandingan yang betul-betul terbalik.
Saya betul-betul
berharap semoga saja video game bisa ditanggapi dengan lebih
serius dan dewasa, baik olehgamer, maupun orang-orang yang sangat
jarang berurusan dengan video game. Karena sebagai salah satu media
baru paling populer, pemahaman akan peran video game lebih
dari sekedar hiburan adalah hal yang sangat penting.
Dengan mulai
memperhatikan hal-hal simpel yang saya sebutkan di atas, saya yakin kita sudah
cukup berkontribusi dalam membawa Indonesia sedikit lebih maju dari sekedar
negara berkembang, menjadi negara yang siap maju. Kalau bukan kita, siapa lagi?.
Dan sya berpedapat bahwa games telah menjadi salah satu sector penting dalam
perekonomian bangsa, oleh karena nya saya berharap bapak presiden beserta menko
perekonomian mampu memaksimalkan industry games ini menjadi salah satu sector
penunjang pendapatan Negara. Terimakasih semoga bermanfaat.
Bandung, 7
September 2015 - Dalam rangka mensosialisasikan rencana kebijakan dan program
Pemerintah saat ini dalam pengembangan ekonomi dan industri kreatif,
mensosialisasikan kebijakan pembiayaan bagi pengembangan industri kreatif,
menjaring isu, permasalahan, dan hambatan terkini dalam pengembangan ekonomi
dan industri kreatif sebagai masukan bagi perumusan kebijakan, serta
mensosialisasikan best practices dan success story dalam pengembangan ekonomi
dan industri kreatif dari negara lain dan pelaku usaha, Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya saing KUKM Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian bekerjasama dengan Fakultas Industri Kreatif
Telkom University akan menyelenggarakan seminar yang bertema “Ekonomi Kreatif
Sebagai Gelombang Kekuatan Ekonomi Baru Berbasis Kreativitas dan Inovasi”
bertempat di Universitas Telkom, Bandung (07/09).
Hadir dalam seminar “Ekonomi
Kreatif Sebagai Gelombang Kekuatan Ekonomi Baru Berbasis Kreativitas dan
Inovasi” yakni Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya
saing KUKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Ir. Mohammad Rudy
Salahuddin; Wakil Rektor III Universitas Telkom, Dr. Ama Suyanto, MBA.; Dekan
Fakultas Industri Kreatif Telkom University Dr. Ir. Agus Achmad Suhendra, MT.
Selain itu, turut hadir dari para pelaku industri kreatif. Seperti dari Wakil
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Ricky Josep Pesik; Direktur Pengembangan Usaha
Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir Kemenkop UMKM, Ir. Adi Trisnojuwono; Join
Secretariat for Economic Development of Indonesia and Korea; Ketua STMIK AMIKOM
Yogjakarta, Prof. Dr. M. Suyanto, MM; Sekretaris Jenderal Game Developer
Indonesia; dan Director Tender Indonesia, Tito Loho.
Indonesia dengan potensi
kekayaan yang sangat besar baik potensi sumberdaya alam, keragaman budaya,
maupun sumberdaya manusia, perlu mengedepankan kreativitas dan inovasi dalam
pembangunan nasional untuk mengoptimalkan berbagai potensi kekayaan yang dimilikinya.
Ekonomi kreatif yang berbasis kepada modal kreativitas sumberdaya manusia,
berpeluang mendorong daya saing bangsa Indonesia di masa depan. Jika sumberdaya
manusia Indonesia yang jumlahnya sangat besar memiliki kemampuan untuk
berkreasi untuk menciptakan inovasi dan nilai tambah, maka kreativitas tersebut
akan menjadi sumberdaya terbarukan yang tidak ada habisnya. Kreativitas akan
mendorong dihasilkannya produk-produk manufaktur dan jasa yang inovatif dan
bernilai tambah tinggi sehingga kelak Indonesia tidak akan lagi bergantung pada
ekspor bahan mentah, tetapi juga akan mampu mengekspor produk yang bernilai
tambah tinggi. Kreativitas dan inovasi juga akan menjadikan warisan budaya dan
kearifan lokal berkontribusi besar tidak hanya bagi perekonomian nasional namun
juga bagi peningkatan citra bangsa Indonesia di mata dunia internasional.
Wakil Ketua Badan Ekonomi
Kreatif (Bekraf), Ricky Josep Pesik tak menampik jika potensi subsektor ekonomi
kreatif Indonesia sangat luas. Hal itu pun sempat membuat Bekraf kesulitan
menyusun rencana besar pengembangan industri kreatif negeri ini. Menurut Ricky,
desain saja di Indonesia terbagi dalam 3 subsektor terpisah yaitu desain
interior, desain komunikasi visual dan desain produk. "Padahal di Inggris
ada 9 jenis desain yang digabungkan menjadi 1 subsektor," ucapnya. Ricky
pun mengaku pengembangan tidak bisa dilakukan langsung untuk 16 subsektor
sekaligus. Oleh karena itu Bekraf telah sepakat untuk lebih dulu fokus pada
tiga subsektor prioritas yaitu film, aplikasi dan musik; kuliner; serta kriya.
Ketiga subsektor itu dijadikan prioritas karena dinilai bisa mengangkat
subsektor lain jika nantinya sudah berdiri sendiri. Film misalnya, diyakini
bisa ikit mendongkrak subsektor desain komunikasi visual, seni pertunjukan, animasi,
fesyen, dan lain-lain.
Sementara itu, Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan daya saing KUKM pada Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin menegaskan,
pemerintah akan terus memegang komitmen untuk mengembangkan ekonomi kreatif.
Hal itu dilakukan karena pemerintah menyadari besarnya potensi ekonomi kreatif
untuk berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga
kerja dan nilai ekspor.
Menurut Rudy, pemerintah
menargetkan peningkatan kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB dari 7,1 persen
pada 2014 menjadi 12 persen pada 2019. Begitu juga serapan tenaga kerja bisa
meningkat dari 13 juta menjadi 13 juta orang dan nilai ekspornya naik dari 5,8
persen menjadi 10 persen.
Ekonomi kreatif saat ini
mulai tumbuh dan berkembang menjadi sektor ekonomi yang memiliki peranan
penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2013 ekonomi kreatif mampu
berkontribusi 7,05 persen terhadap PDB Nasional, menyerap 11,91 juta tenaga
kerja atau 11 persen dari total tenaga kerja nasional, serta menciptakan
5,4 juta usaha kreatif yang sebagian besar adalah UKM. Kontribusi tersebut
disumbangkan oleh 15 sub-sektor industri kreatif, yaitu industri yang
menghasilkan output dari pemanfaatan kreativitas, keahlian, dan bakat individu
untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan peningkatan kualitas hidup.
Industri kreatif meliputi arsitektur; desain; film, video, dan fotografi;
kerajinan; kuliner; layanan komputer dan piranti lunak; musik; mode; permainan interaktif;
penerbitan; periklanan; radio dan televisi; riset dan pengembangan; seni
pertunjukan; dan seni rupa.
Perpres Nomor 72 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan
Ekonomi Kreatif telah mengklasifikasi ulang sub-sektor industri kreatif dari 15
sub-sektor menjadi 16 sub-sektor, yaitu arsitektur; desain interior; desain
komunikasi visual; desain produk; film, animasi, dan video; fotografi; kriya;
kuliner; musik; fashion; aplikasi dan game developer; penerbitan; periklanan;
televisi dan radio; seni pertunjukan; dan seni rupa. Kontribusi 15 sub-sektor
industri kreatif terhadap proporsi PDB tahun 2014, yang menunjukkan bahwa
industri kuliner merupakan sub sektor dengan kontribusi PDB terbesar yaitu
sebesar 32%. Sedangkan hasil analisa kuadran dengan menggunakan variabel
tingkat pertumbuhan PDB dan proporsi terhadap PDB menunjukan bahwa industri
fesyen merupakan industri yang paling tinggi tingkat pertumbuhan dan
proporsinya terhadap PDB. Sedangkan industri layanan komputer dan perangkat
lunak; periklanan; arsitektur; riset dan pengembangan; fotografi, film, dan
video; radio dan televisi; serta permainan interaktif, meskipun proporsinya
terhadap PDB masih rendah, namun mencatat tingkat pertumbuhan tinggi sehingga potensial
untuk dikembangkan.
Pengembangan ekonomi kreatif
di Indonesia dalam jangka panjang sejatinya tidak hanya difokuskan pada
industri kreatif tetapi juga pada pengarusutamaan kreativitas di setiap sektor
dan kehidupan bermasyarakat untuk dapat menciptakan daya saing global dan
kualitas hidup bangsa Indonesia. Pencarian solusi terhadap berbagai
permasalahan atau potensi yang ada di berbagai sektor prioritas pembangunan
nasional perlu dilakukan secara kreatif, inovatif dan dapat dijawab oleh
industri kreatif ataupun kolaborasi antara berbagai industri kreatif.
Pengembangan ekonomi kreatif
saat ini masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan. Rencana Induk
Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia menuju 2025 mengidentifikasi tujuh isu
utama yang menjadi tantangan bagi perkembangan ekonomi kreatif, yaitu
sumberdaya manusia kreatif, bahan baku, daya saing industri, pembiayaan, pasar,
infrastruktur dan teknologi, serta kelembagaan dan iklim usaha.
Di tengah tantangan
perekonomian global yang semakin besar, Pemerintah tengah berupaya mendorong
berkembangnya industri kreatif menjadi sektor strategis yang mampu berperan
lebih besar dalam perekonomian nasional dalam hal kontribusi terhadap PDB,
penciptaan lapangan pekerjaan, dan ekspor. Sejumlah terobosan kebijakan telah
dilakukan, diantaranya telah diprioritaskannya pengembangan ekonomi kreatif
dalam RPJM Nasional 2015-2019 serta telah dibentuknya Badan Ekonomi Kreatif
sebagai lembaga yang akan mengawal pengembangan ekonomi kreatif secara khusus. sumber :http://www.ekon.go.id
Publisher:Rini.psg